Surat Untuk Soe; Pencitraan (Busuk) Pegawai Berseragam Khaki ; 18 Apr 2013

Apa kabar, Soe? Aku pernah berjanji kepadamu untuk bercerita tentang suatu hal ketika aku menelusup ke dalam sebuah gedung pemerintahan. Balai kota Depok tepatnya, Soe.

Singkat saja, aku diminta oleh seseorang untuk membantu memberikan kontribusi lewat tulisan untuk majalah   milik pemerintah kota Depok, Warta Depok namanya. Ya, kau lebih tahu  dari aku, Soe, tiap media memiliki tujuan dan kepentingannya sendiri untuk dibuat opini publik. Majalah resmi milik pemkot Depok, tentu saja isinya melulu tentang hal-hal positif Kota Depok.

Suatu waktu aku diundang rapat di balai kota, Soe. "Pak wali ingin ketemu dengan semua reporter Warta Depok," begitu bunyi pesan singkat yang dikirim ke telepon genggamku. Awalnya aku sungguh tak ingin datang, namun aku memilih untuk menghadiri meeting itu. Tujuanku satu; ingin tahu bagaimana isi kepala para pegawai berseragam khaki itu di dalam istananya sana. Dan benar saja, aku mendapatkan apa yang aku inginkan. Seorang kepala dinas pendidikan membuka rapat sebelum wali kota Depok datang. Ia mengutarakan tentang visi misi majalah Warta Depok yang harus menginfokan banyak hal-hal positif yang dilakukan Depok, dan bagaimana cara membuat majalah pemkot itu dibaca orang, yang kenyataannya hanya dijadikan kipas di saat kegerahan di bawah tenda mendengarkan wali kota berpidato.

Dan satu hal yang sangat mengusik kemanusiaanku, ia berbicara tentang Sekolah Master yang beberapa hari sebelum rapat itu baru saja diliput Al Jazeera TV. "Di Depok ini yang terkenal bukan Disdiknya, bukan pemkotnya, bukan sekolah-sekolah negerinya, tapi malah Sekolah Master. Nah sekarang tugas kita bagaimana supaya yang dilihat banyak orang itu program-program kita, bukan Sekolah Master. Kedepannya  jangan sampai ada lagi hal seperti ini." Tahu kau Soe, aku tersenyum getir mendengarnya. Dan tentu saja mengumpat tanpa suara.

Sekolah Master itu sekolah terbuka yang sama sekali tak meminta bayaran sepeserpun untuk murid-muridnya, Soe. Dari tingkat PAUD hingga SMA. Kebanyakan yang bersekolah di situ adalah anak-anak dengan latar belakang ekonomi rendah dan anak jalanan. Namun tak sedikit lulusan Sekolah Master yang sudah menjadi orang. Meski tak muluk, minimal mereka berhasil mengubah hidup mereka sendiri sebelum mengubah negeri ini. Banyak lulusan Master yang diterima beasiswa kuliah di perguruan tinggi negeri. Di Universitas Indonesia pun, Soe. Alamamatermu. Dan kepala Disdik Depok tak menginginkan ada lagi sekolah macam ini? Busuk. Kau setuju denganku, Soe?

Jelas-jelas Sekolah Master Depok adalah kritik gamblang terhadap pemerintah kota maupun pemerintah pusat yang tak becus memelihara anak jalanan seperti yang tertera di undang-undang. Juga tentang pemerintahan yang belum sepenuhnya menjamin pendidikan bagi masyarakat dalam level yang serendah-rendahnya.

Kau tahu, Soe, orang-orang ini sangat senang berdandan di hadapan masyarakat. Selalu ingin mencitrakan diri mereka yang baik-baik. Lebih lagi kepada warga biasa yang menelan mentah-mentah tiap informasi yang masuk ke kepala mereka. Mereka sangat narsis di depan kamera wartawan. Tersenyum sambil berpose sedang turun ke jalan melakukan sesuatu untuk masyarakat. Padahal hanya simbolis sekadarnya agar dilihat orang banyak. Dan gambar mereka di dalam kamera dijadikan bukti bahwa mereka telah peduli. Jika saja orang-orang melihat secara keseluruhan apa saja yang telah mereka lakukan. Barangkali akan berpikiran lain. Apa yang kaupikirkan jika melihat pembetulan jalan dilakukan siang-siang dan dihadiri oleh wali kota yang berlagak sedang membantu perbaikan jalan, Soe? Tak lain ia ingin dicitrakan oleh media.

Tetap tidurlah yang tenang, aku masih memiliki banyak cerita untukmu, Soe. Semoga kau tak kesepian di dalam sana.

Labels:

permalink | 1 comments (+)

« BACK FORWARD »