Pembaca 'Al Quran yang Jarang Istirahat' ; 18 Oct 2011

: Dian Harigelita

Belakangan, Tuhan sangat baik kepadaku. Ya, aku tahu. Tuhan memang selalu baik. Ia maha baik. Ia pemilik segala baik, yang di langit yang di bumi. Karena Ia mengabulkan doa-doaku. Lebih tepatnya doa-doaku untuk seseorang-seseorang. Yang kupinta, meluncur begitu saja dari langit seperti hujan. Memang, tak semua dikabulkan. Tapi iya kebanyakan. Dan itu membuatku bahagia bukan kepalang.

Anehnya, doa untuk diriku sendiri belum juga dituruti. Sungguh. Dalam hatiku yang paling dasar. Sangat-sungguh tak apa. Karena bahagiaku, terkadang dari bahagia mereka. Klise memang. Tapi pernah kudengar hatiku sekali berkata: Jika kau tak mempunyai mimpi, wujudkanlah mimpi orang-orang yang kau sayangi.

Ada seorang wanita dewasa, yang di dalamnya tersembunyi gadis kecil berumur tiga tahun. Nyatanya, angka nol di belakang mengalah pada sikapnya. Hadir dan tinggal sekehendak hati saja. Tergantung ia sedang menjadi siapa.

Dia adalah guru, sekaligus teman sebangku. Aku tak menyangka ialah salah satu guru dewasaku. Berawal dari pertemuan kecil yang dirancang menjadi besar oleh Tuhan. Pertemuan biasa saja yang mungkin aku sesali bila itu tidak terjadi. Ia juga biasa saja. Wanita Jakarta berdarah Sumatra yang bisa bahasa Jawa. Cantik. Baik. Tapi bukan bidadari dengan sayap yang tak terlihat mata. Atau bidadari yang sayapnya tertinggal di surga. Hanya wanita akhir zaman, yang masih berpegangan erat pada iman.

Ia mengajarkanku diam. Ia mengajarkanku menyimpan kasih sayang dalam-dalam, tak perlu diucapkan atau diperlihatkan. Manis bukan buatan memang disayangi seseorang secara diam-diam. Ia pula yang mengajariku, masa lalu adalah guru yang menjadikanku tangguh. Seperti sekarang. Dan ia yang memberikan pelajaran, seseorang, tiap orang, akan berubah menjadi pribadi lebih baik tanpa bilang-bilang. Ketangguhan, kesabaran, kesederhanaan, kesedihan yang disembunyikan dalam senyuman diam-diam, airmata yang harusnya ditertawakan. Tak sedikit lumayan banyak aku pahami dari dirinya.

Kekuatan hati, cinta sejati, doa dalam hati, aku dapati pula sebagian darinya. Dan, yang membuatku selalu ingin meneteskan air mata tapi tak pernah bisa, adalah kepercayaannya dalam-dalam kalau aku pasti akan meraih mimpiku. Bahkan mungkin, melebihi aku percaya pada mimpi-mimpi itu. Sungguh, aku pasti tersenyum untuk menahan tangis yang tak pernah jatuh.

Lewat papa dan mamanya, aku belajar cinta dewasa yang tak pernah tua. Saling menjaga. Aku ingin tua bersama istriku layaknya cinta mereka, atau bahkan lebih indah. Ia pula, yang tak sengaja menyemangatiku untuk berjalan tetap pada alur keimanan. Ramadhan 1432 Hijriah, aku khatam Quran dalam sebulan. Karena pertanyaan “Sudah khatam lo?” pada hari 27 sedang juz-ku masih 23. Ampun segala ampun Tuhan, aku tak sepenuhnya khatamkan Quran karenaMu. Ampun, ampuni aku. Sungguh aku sangat takut kepada Raja Seluruh Alam.

Pada satu malam, aku melihatnya dari kejauhan. Saat tersenyum atau tertawa jenaka, ia seperti bocah wanita yang sangat bahagia karena diajak papanya ke Taman Ria. Dan malam itu juga aku melihat masam mukanya –dikarenakan khawatirnya pada mamanya-, ia seperti gadis kecil yang menangis karena tak dibelikan arum manis. Dan aku serasa temannya yang tak tega namun tak bisa apa-apa, karena papaku melarang aku memberikan arum manisku, agar sakit giginya tak makin berkelit.

Allah… Tuhan segala malam. Sebaik-baik penjaga ketika malam maupun siang. Yang Maha Perkasa dari segala kekuatan. Pemilik tiap-tiap jiwa dan hati manusia. Kumohon, sayangi dia.

Labels: ,

permalink | 0 comments (+)

« BACK FORWARD »