Kau dan Bintang ; 25 Oct 2009
Hei... tak terasakah ada seseorang yang memperhatikanmu belakangan ini?
Pastilah malaikat penjaga jiwa dan ragamu mengatakannya.
Tapi entah kau tidak mendengarnya atau mengacuhkannya.
Seandainya aku bisa berbicara dengan malaikat, aku ingin menyampaikan pesan kepada Tuhan.
"Salahkah aku mencintai dirinya Ya Rabb?"
"Tak pantaskah aku memilikinya, bahkan hanya sekedar mengenalnya lebih dalam?"
Tapi kenapa hati ini berkerumun cinta?
Di saat malam datang bermantelkan cahaya rembulan.
Muncul konstelasi baru di langit, yang hanya aku yang bisa melihatnya.
Pojok bibirnya terangkat beberapa senti menyimpulkan sebuah senyuman.
Di atas sana, di tengah - tengah Orion dan Pleiades.
Bahkan ia lebih bercahaya dari Sirius, si adik matahari.
Terlalu naif diriku menharapkan dirinya.
Seperti menunggu bintang jatuh yang tak pasti.
Walau pun sebenarnya kita bisa menangkap bintang jatuh tiap malam.
Atau...akankah kau menoleh kepadaku yang hampir melepaskan pandangan ini dari wajahmu?
Seperti Pelangi Bintang, spektrum - spektrum warna di tubuhnya yang menyerupai pelangi yang kupikir tidak ada istilah itu sebelumnya.
Atau...kau kan tetap tertuju pada garis finish di depanmu tanpa mempedulikan aku yang ada di belakangmu?
Seperti bintang yang akan mati. Meredup, dingin, tak lagi bercahaya hingga akhirnya meledakan diri dengan kekuatan yang begitu besar yang disebut Supernova.
Tapi walau begitu ia tetap mempersembahkan cahaya terakhirnya yang berpencar ke segala arah, dengan segala warna. Bahkan membentuk kalung mutiara di angkasa yang begitu mempesona.
Hmm...sebegitu indahnya dirimu hingga kusamakan dengan teman - teman langitku.
Rasa ini datang secepat cahaya, dan pasti akan pergi selambat Pluto mengelilingi matahari.
Untukmu yang kutatap,
Seperti tatapan Orion pada Pleiades.
NB: Konstelasi = rasi bintang
Adik matahari = bintang Sirius dikatakan seperti itu karena cahayanya begitu terang seperti matahari
Kamis, 15 okt 2009, 8.56 PM
Labels: Tarian Bebas Sebuah Pena