Sayap Malaikat yang Terlepas ; 22 Nov 2010
Di ujung jalan itu kau pernah berucap, kelak kau akan punguti bulu-bulu sayap malaikat
Yang terharmpar di langit, terhambur pada buana, mengapung di samudra
Lalu dengan hati serupa mutiara kau lekatkan bulu sayap bercahaya sebagai pasmina
Percantik hatimu seperti engkau menutupi aurat ujung kepala dengan sorban
Perindah jiwamu seperti engkau melantunkan ayat yang terukir di lembar Quran
Di ujung jalan itu, pada ujung lidahmu, kulangitkan kamu yang aku cintai kepada Tuhan
Dan... sehelai bulu bercahaya biru melintas
Seakan ia ingin ditanya dan aku hendak bertanya:
Kemana puanmu? Yang menjadikanmu kerudung hatinya?
Seperti saja manusia tanpa jiwa, dan andai aku Nabi Musa
Bulu bercahaya biru itu pasti akan berkata, bagaimana puan yang pernah memungutnya telah mengigit ujung lidahnya sendiri
Dan entah, mungkin ia tak merasakan lidah yang tergigit tapi aku yang merasakan sakit
Ini bukan tentang kehilangan sesuatu atau sebongkah hati yang retak
Juga tidak pilu masa lalu yang terus saja membuntutiku
Tapi lukaku melihat seorang bidadari tersesat dalam surga
Jakarta, 21 Nov 2010
Labels: Puisi